Sikap Etis Gereja Terhadap Perceraian dan Pernikahan Kembali
DOI:
https://doi.org/10.30995/kur.v4i2.80Keywords:
adultery, death, defection, divorce, ethics, marriage, remarriage, separation, etika, maut, pembelotan, perceraian, pernikahan, pernikahan kembali, pisah, zinahAbstract
This paper aims to expose the ethical attitude of the church in dealing with divorce and remarriage in order to be useful as an input for the pastoral ministry in taking handle with those who are going to divorce, has been divorced or who has remarried. By using an analytical descriptive on texts such Matthew 5:32; 19: 9; Mark 10: 11-12; Luke 16:18, and 1 Corinthians 7: 10-11, then the following results are obtained: First, Christian marriage is a monogamous and wholly partnership(indestructible); second, adultery destroys the foundation of marriage, but it should not be a legal reason for divorce; third, divorce never recommended or ordered; fourth, only the separation is allowed, not the divorce due to the goal of reconciliation; fifth, remarriage with the person who has been divorced is a transgression; sixth, the settlement of divorce and remarriage issues that have occurred is the responsibility of the believers communally (whole) to regain those who have separated from their partners.
Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk memaparkan sikap etis gereja dalam menyikapi perceraian dan pernikahan kembali agar bermanfaat sebagai bahan masukan bagi pelayanan pastoral gereja dalam menangani anggota warganya yang hendak bercerai, telah bercerai atau yang menikah kembali. Dengan penggunaan metode analisis-deskriptif terhadap teks-teks seperti: Matius 5:32; 19:9; Markus 10:11-12; Lukas 16:18 dan 1 Korintus 7:10-11, maka diperoleh hasil: Pertama, pernikahan Kristen merupakan persekutuan yang bersifat monogami dan seumur hidup (tak terceraikan); kedua, perzinahan merusak fondasi pernikahan, tapi hal itu tidak boleh dijadikan alasan legal untuk bercerai; ketiga, perceraian tidak pernah dianjurkan maupun diperintahkan; keempat, hanya perpisahan yang diperbolehkan, bukan perceraian dengan tujuan untuk rekonsiliasi; kelima, pernikahan kembali dengan orang yang sudah bercerai merupakan pelanggaran (kesalahan); keenam, penyelesaian masalah perceraian dan pernikahan kembali yang telah terjadi adalah tanggung jawab warga gereja secara komunal (keseluruhan) untuk mendapatkan kembali mereka yang telah berpisah dari pasangannya.
References
Al-Amin, Mukayat dan Moearifah, Noeroel Perkawinan Menurut Islam dan Protestan Jurnal AL-Hikmah, Vol. 1, No. 2, 2015
Goodall, Wayde I. dan Goodall, Rosalyn R. Marriage & Family. Malang: Gandum Mas, 2010
Geisler, Norman. Etika Kristen: Pilihan dan Isu Kontemporer. Malang: SAAT, 2010
Lumme, Andreas. Norma Hukum Agama Katolik Di Bidang Perceraian Dan Konflik Penerapannya Di Pengadilan Bagi Perceraian Suami Istri Jurnal Hukum Pro Justisia, Vol.25 No.2, April 20017
Maidiantius Konflik Dalam Pernikahan Jurnal Jaffray Volume 3, No. 1, Juni 2005
Napel, Henk ten. Jalan yang Lebih Utama Lagi: Etika Perjanjian Baru. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012
Rosely, Sonya Putusnya Perkawinan Karena Perceraian (Kajian Berdasarkan Hukum Gereja Bagi Perkawinan Kristen Di Indonesia) Jurnal Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang
Stassen, Glen H dan Gushee, David P. Etika Kerajaan : Mengikut Yesus dalam Konteks Masa Kini. Surabaya: Momentum, 2013
Stevanus, Kalis. Cekcok Tapi Sudah Cocok. Yogyakarta: Andi, 2014
Sabdono, Erastus. Perceraian. Jakarta: Rehobot Literature, 2018
Stott, John. Isu-isu Global. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2015
Schafer, Ruth dan Ross, Freshia Aprilyn. Bercerai Boleh atau Tidak? Tafsiran terhadap Teks-teks Perjanjian Baru. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017
Verkuyl, J. Etika Kristen: Seskuil. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993
Wright, Christopher. Hidup sebagai Umat Allah: Etika Perjanjian Lama. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995